Judul : Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia bagian 2
link : Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia bagian 2
Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia bagian 2
Konflik juga cenderung meningkat karena masyarakat Indonesia belum siap untuk berdemokrasi. Pemilihan langsung presiden, anggota dewan perwakilan rakyat Republik Indonesia, dan dewan perwakilan rakyat daerah, gubernur, bupati, dan walikota sering menimbulkan konflik. Kandidat yang kalah dalam pemilihan langsung, menyatakan pemilihan tidak dilakukan secara jujur dan adil, ataupun menyaratakan adanya kecurangan dalam pemilihan. Pemimpin seperti ini menggerahkan pendukungnya untuk berdemonstrasi yang sering bersifat destruktif. Masa kandidat yang kalah dapat berhadapan dengan massa kandidat yang menang atau aparat kepolisian sehingga terjadi konflik fisik. Penyebab konflik horizontal ini karena sebagian pemimpin dan para pengikut bulum siap untuk menerima kekalahan dalam pemilihan langsung.
Konflik juga terjadi karena masalah ekonomi atau penghidupan masyarakat, konflik terjadi antara petani dan perusahaan perkebunan atau Departemen Kehutanan dan lembaga Pemerintahan—tentara Nasional Indonesia—mengenai tanah pertanian. Konflik juga terjadi antara kelompok masyarakat yang satu dan yang lainnya. Misalnya, di kota-kota besar, konflik karena memperebutkan lahan parkir dan penguasaan pasar oleh para preman sering terjadi.
Konflik juga terjadi antara mahasiswa dan pemerintahan, misalnya mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak dan biaya pendidikan. Mahasiswa yang menyatakan diri sebagai bagian dari rakya- menganggap kenaikan harga bahan bakar akan membuat rakyat semakin miskin. Demikian juga, mahasiswa berpendapatan biaya pendidiakan yang terus meningkat membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan, konflik bisa terjadi antara kelompok mahasiswa yang satu dan yang lainya, baik di universitas yang sama maupun diuniversitas yang berbeda. Calom pemimpin bangsa di masa mendatang ini tidak sungkan untuk melakukan bentrokan fisik kerena maslah sepele. Bentrokan fisik ini sering kali menimbulkan luka-luka yang tidak perlu dan bahkan menimbulkan kematian.
Undang-undang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Serikat Pekerja yang diundangkan pada Era Reformasi menumbuhkan serikat pekerja di perusahaan perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Para karyawan BUMN dan BUMD yang sebelumnya merupakan anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) keluar dari organisasi tersebut dan membentuk serikat kerja sendiri-sendiri yang independen. Esensi dan gerakan serikat pekerja merupakan bagian dari hak asasi manusia. Berkembangnya serikat pekerja di perusahaan-perusahaan yang tidak disertai dengan perkembangan budaya organisasi yang menciptakan kebersamaan antara pekerja dan pengusaha akan meningkatkan kecenderungan terjadinya konflik hubungan industrial di Indonesia. Pekerja berupaya agar dapat bekerja seminimal mungkin. Sebaliknya, pengusaha berusaha memeras usaha, tenaga, pikiran dan waktu tenaga kerja semaksimal mungkin dengan imbalan yang sekecil mungkin. Loyalitas dan motivasi kerja karyawan yang rendah berhadapan dengan perusahaan yang tidak mempunyai filsafat tenaga kerja dan kode etik perusahaan. Dengan membentuk serikat pekerja, karyawan merasa lebih kuat dalam menghadapi pengusaha. Menurut pekerja, Undang-Undang ketenaga Kerjaan dan peraturan pemerintah, serta Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dianggap lebih banyak melindungi para pengusaha dari pada melindungi mereka.
Dalam era globalisasi, kehidupan bisnis di Indonesia semakin rumit dengan persaingan semakin ketat. Persaingan bisnis menimbulkan konflik karena setiap perusahaan berusaha mengusai bagian pasar sebesar mungkin, bahkan jika mungkin memonopoli pasar. Sering terjadi persaingan yang tidak sehat, misalnya melakukan dumping atau sejumlah perusahaan tertentu mengatur harga produk tertentu (oligopoly). Walaupun pemerintah telah mengundangkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, tetai upaya untuk menguasasi pasar dan persaingan dengan mengatur pasar dan harga masih terasa sulit untuk dihilangkan sepenuhnya. Hal ini tetap menjadi sumber konflik.
Lanjutka halaman
Konflik juga terjadi karena masalah ekonomi atau penghidupan masyarakat, konflik terjadi antara petani dan perusahaan perkebunan atau Departemen Kehutanan dan lembaga Pemerintahan—tentara Nasional Indonesia—mengenai tanah pertanian. Konflik juga terjadi antara kelompok masyarakat yang satu dan yang lainnya. Misalnya, di kota-kota besar, konflik karena memperebutkan lahan parkir dan penguasaan pasar oleh para preman sering terjadi.
Konflik juga terjadi antara mahasiswa dan pemerintahan, misalnya mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak dan biaya pendidikan. Mahasiswa yang menyatakan diri sebagai bagian dari rakya- menganggap kenaikan harga bahan bakar akan membuat rakyat semakin miskin. Demikian juga, mahasiswa berpendapatan biaya pendidiakan yang terus meningkat membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan, konflik bisa terjadi antara kelompok mahasiswa yang satu dan yang lainya, baik di universitas yang sama maupun diuniversitas yang berbeda. Calom pemimpin bangsa di masa mendatang ini tidak sungkan untuk melakukan bentrokan fisik kerena maslah sepele. Bentrokan fisik ini sering kali menimbulkan luka-luka yang tidak perlu dan bahkan menimbulkan kematian.
Undang-undang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Serikat Pekerja yang diundangkan pada Era Reformasi menumbuhkan serikat pekerja di perusahaan perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Para karyawan BUMN dan BUMD yang sebelumnya merupakan anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) keluar dari organisasi tersebut dan membentuk serikat kerja sendiri-sendiri yang independen. Esensi dan gerakan serikat pekerja merupakan bagian dari hak asasi manusia. Berkembangnya serikat pekerja di perusahaan-perusahaan yang tidak disertai dengan perkembangan budaya organisasi yang menciptakan kebersamaan antara pekerja dan pengusaha akan meningkatkan kecenderungan terjadinya konflik hubungan industrial di Indonesia. Pekerja berupaya agar dapat bekerja seminimal mungkin. Sebaliknya, pengusaha berusaha memeras usaha, tenaga, pikiran dan waktu tenaga kerja semaksimal mungkin dengan imbalan yang sekecil mungkin. Loyalitas dan motivasi kerja karyawan yang rendah berhadapan dengan perusahaan yang tidak mempunyai filsafat tenaga kerja dan kode etik perusahaan. Dengan membentuk serikat pekerja, karyawan merasa lebih kuat dalam menghadapi pengusaha. Menurut pekerja, Undang-Undang ketenaga Kerjaan dan peraturan pemerintah, serta Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dianggap lebih banyak melindungi para pengusaha dari pada melindungi mereka.
Dalam era globalisasi, kehidupan bisnis di Indonesia semakin rumit dengan persaingan semakin ketat. Persaingan bisnis menimbulkan konflik karena setiap perusahaan berusaha mengusai bagian pasar sebesar mungkin, bahkan jika mungkin memonopoli pasar. Sering terjadi persaingan yang tidak sehat, misalnya melakukan dumping atau sejumlah perusahaan tertentu mengatur harga produk tertentu (oligopoly). Walaupun pemerintah telah mengundangkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, tetai upaya untuk menguasasi pasar dan persaingan dengan mengatur pasar dan harga masih terasa sulit untuk dihilangkan sepenuhnya. Hal ini tetap menjadi sumber konflik.
Lanjutka halaman
Bagian Satu
Bagian Dua
Demikianlah Artikel Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia bagian 2
Sekianlah artikel Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia bagian 2 kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia bagian 2 dengan alamat link https://contoh-definisi-pengertian.blogspot.com/2015/03/fenomena-konflik-yang-terjadi-di.html