Judul : MAKALAH KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH
link : MAKALAH KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH
MAKALAH KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH
MAKALAH
(KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH)
Disusun Oleh:
o RIKO LINUS GUNAWAN
o SASTRA
o RISNAWATI
o DEWI SARTIKA
o INTAN PERMATASARI
SMKS KESEHATAN KARYA PERSADA RAHA
T.A 2014/2015
A. Latar belakang
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak, antara lain :
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga
2. Bercerita
3. Memfasilitasi
4. Biblioterapi
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan
6. Pilihan pro dan kontra
7. Penggunaan skala
8. Menulis
9. Menggambar
10. Bermain
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah hilangnya fitrah kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil sudah terlihat. Karena terbiasa dengan kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan melakukan sesuatu. Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya.
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga
2. Bercerita
3. Memfasilitasi
4. Biblioterapi
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan
6. Pilihan pro dan kontra
7. Penggunaan skala
8. Menulis
9. Menggambar
10. Bermain
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah hilangnya fitrah kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil sudah terlihat. Karena terbiasa dengan kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan melakukan sesuatu. Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya.
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Proses tumbuh kenbang anak berdasarkan usia
3. Menjelaskan kekerasan dampak pada anak
4. Menjelaskan tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
C. Tujuan
1. Mengatahui tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Mengatahui tumbuh kenbang anak berdasarkan usia
3. Mengatahui kekerasan dampak pada anak
4. Mengatahui tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
1.A. Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang.
Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.
1. Menjelaskan tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Proses tumbuh kenbang anak berdasarkan usia
3. Menjelaskan kekerasan dampak pada anak
4. Menjelaskan tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
C. Tujuan
1. Mengatahui tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Mengatahui tumbuh kenbang anak berdasarkan usia
3. Mengatahui kekerasan dampak pada anak
4. Mengatahui tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
1.A. Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang.
Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.
1. Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasipada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.
2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996). Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.
3. Usia Sekolah (5-11 tahun)
Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.
4. Usia Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.
B. Cara komunikasi dengan anak.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak, antara lain :
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga.
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
2. Bercerita.
cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar
3. Memfasilitasi.
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
4. Biblioterapi.
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan.
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.
6. Pilihan pro dan kontra.
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
7. Penggunaan skala.
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
8. Menulis.
Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis.
9. Menggambar.
Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel, marah yang biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkan perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang ditulisnya.
10. Bermain.
Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi, melalui ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang di sekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.
C.Tips Dasar Komunikasi pada Anak
Nilai altruistik perlu diwujudkan dengan kata-kata, seperti ucapan "terima kasih" atau "tolong" saat meminta bantuan dan ini perlu ditanamkan pada anak. Menurut pakar perkembangan ini, kata-kata tersebut lebih dari sekadar ungkapan sopan santun, namun merupakan awal pemahaman tentang komunikasi.
Setiap orang tua pasti pernah mengalami kesulitan komunikasi dengan anak. Ada masanya ketika anak anda tampak seperti mendengar perintah anda dengan penuh perhatian, tetapi kemudian tidak ingat apa-apa mengenai percakapan itu. Ada masanya anak anda berbicara terus menerus kemudian menuduh anda tidak mendengarkannya. Pada tahapan yang berbeda, anak-anak berkomunikasi dengan cara yang berbeda.
Anak anda yang berusia lima tahun, dapat berubah seolah menjadi anak yang berusia empat belas tahun yang menjawab pertanyaan anda dengan hanya satu kata saja: anda bertanya ; bagaimana kabarmu sayang? ‘Baik’ jawabnya singkat. “apa yang kamu kerjakan di rumah teman kamu tadi?” ‘macam-macam’ jawabnya lagi.
Anak-anak mengalami masa-masa dimana mereka sangat terbuka mengenai perasaan mereka. Dan ada kalanya, mereka lebih pendiam dan menyimpan sendiri pikiran-pikiran dan emosi mereka sendiri. Akan tetapi berkomunikasi setiap waktu dengan anak-anak adalah penting. Mempunyai hubungan baik yang terpelihara baik, tergantung pada komunikasi yang baik.
Anak-anak merupakan komunikator yang baik. Mereka akan berbicara, mendengarkan sehingga mereka akan mendapatkan teman-teman,pendidikan,pekerjaan dan lain-lain. Cara anda berbicara dan mendengarkan anak-anak anda sangat mempengaruhi bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain. Karena anak ini mengetahui hampir setiap naluri, bahwa komunikasi bukan hanya sekedar kata-kata yang keluar dari mulut anda.
Komunikasi adalah juga bahasa tubuh yang menyertai kata-kata ini. Komunikasi yang baik adalah mengetahui kapan berbicara dan kapan untuk diam. Sebagaimana ketrampilan interpersonal, kemampuan untuk berkomunikasi dibentuk pertama kali oleh hubungan seorang anak dengan orang tuanya. Ketrampilan komunikasi dipelajari dirumah yaitu di masa bayi
Setiap orang tua pasti pernah mengalami kesulitan komunikasi dengan anak. Ada masanya ketika anak anda tampak seperti mendengar perintah anda dengan penuh perhatian, tetapi kemudian tidak ingat apa-apa mengenai percakapan itu. Ada masanya anak anda berbicara terus menerus kemudian menuduh anda tidak mendengarkannya. Pada tahapan yang berbeda, anak-anak berkomunikasi dengan cara yang berbeda.
Anak anda yang berusia lima tahun, dapat berubah seolah menjadi anak yang berusia empat belas tahun yang menjawab pertanyaan anda dengan hanya satu kata saja: anda bertanya ; bagaimana kabarmu sayang? ‘Baik’ jawabnya singkat. “apa yang kamu kerjakan di rumah teman kamu tadi?” ‘macam-macam’ jawabnya lagi.
Anak-anak mengalami masa-masa dimana mereka sangat terbuka mengenai perasaan mereka. Dan ada kalanya, mereka lebih pendiam dan menyimpan sendiri pikiran-pikiran dan emosi mereka sendiri. Akan tetapi berkomunikasi setiap waktu dengan anak-anak adalah penting. Mempunyai hubungan baik yang terpelihara baik, tergantung pada komunikasi yang baik.
Anak-anak merupakan komunikator yang baik. Mereka akan berbicara, mendengarkan sehingga mereka akan mendapatkan teman-teman,pendidikan,pekerjaan dan lain-lain. Cara anda berbicara dan mendengarkan anak-anak anda sangat mempengaruhi bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain. Karena anak ini mengetahui hampir setiap naluri, bahwa komunikasi bukan hanya sekedar kata-kata yang keluar dari mulut anda.
Komunikasi adalah juga bahasa tubuh yang menyertai kata-kata ini. Komunikasi yang baik adalah mengetahui kapan berbicara dan kapan untuk diam. Sebagaimana ketrampilan interpersonal, kemampuan untuk berkomunikasi dibentuk pertama kali oleh hubungan seorang anak dengan orang tuanya. Ketrampilan komunikasi dipelajari dirumah yaitu di masa bayi
D.Perekat keluarga.
Menurut Ery Soekresno, Psi, Pengelola Sekolah Kebon Maen, Cilangkap-Cimanggis-Depok, komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam keluarga. Menurutnya, komunikasi berfungsi sebagai perekat keluarga. Ery mencontohkan, berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1996, faktor penyebab tingginya angka perceraian di Amerika ternyata bukan disebabkan kehadiran orang ketiga. Karena di mata masyarakat Amerika umumnya, perzinahan sudah dianggap halal. Namun, penyebab yang tertinggi adalah faktor terhambatnya komunikasi suami istri. Komunikasi yang tidak lancar antara suami istri akan berdampak pula terhadap kelancaran komunikasi pada anak.
Komunikasi antara orang tua dan anak adalah sebuah proses pengiriman pesan dimana pesan yang diterima sama dengan pesan yang dikirim. Komunikasi dengan kekerasan, menurut Ery adalah, penyampaian pesan yang dilakukan secara negatif. Termasuk dalam komunikasi secara negatif adalah saat orangtua menggunakan bahasa yang tidak indah. "Bahasa yang jelek tidak menyenangkan anak, akibatnya anak tidak mau mendengarkan orangtua," tutur psikolog yang aktif menyerukan kampanye komunikasi tanpa kekerasan ini.
Komunikasi dengan kekerasan tidak melulu berarti disampaikan dengan bahasa-bahasa yang tidak baik, seperti penggunaan kata yang berasal dari ‘kebun binatang’ atau kata hinaan lainnya.
E.Verbal dan non verbal.
Ada dua bentuk komunikasi, yaitu verbal (bahasa) dan non-verbal (bahasa tubuh). Artinya, saat orangtua berbicara kepada anak, bukan hanya kata-katanya saja yang ditangkap oleh anak. Menurut Ery, di bawah usia satu tahun, mungkin mereka hanya menangkap 10% kata yang diucapkan ibu. Sisanya lebih kepada bahasa non-verbal.
Ery mencontohkan, saat bayi berbicara dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas. Misalnya bah, bah, bah. Kebetulan ibu ini membahasakan bapaknya itu abah. Ibu memberikan respon sambil menunjuk pada suaminya atau menunjukkan fotonya, "Oh Abah ya, Abah. Ya, itu Abah."Artinya, anak itu memahami sebuah kata itu kan dari bahasa non verbal karena setiap kali dia ngomong bah, bah, bah kok yang ditunjuk orang itu. Akhirnya kata itu memiliki arti bagi dirinya. Meskipun saat itu anak belum mengerti betul tentang siapa sebenarnya Abah.
Menurut Ery, orangtua perlu terus menyadari bahwa bahasa non-verbal yang dipakainya sangat penting bagi anak. Meski bahasa yang digunakan orangtua positif, namun bilakomunikasi non-verbalnya negatif, maka pesan yang diterima anak adalah seperti yang ia lihat. Misalnya, seorang ibu mengatakan pada anaknya, "Ibu tuh sebenarnya sayang sama kamu,” tapi intonasinya yang tinggi atau dilakukan sambil mencubit anak. Tak salah bila anak akan berpikir, "Oh sayang itu artinya sama dengan mencubit ya." Akhirnya, saat bertemu dengan sepupu, adik atau temannya atau dia dengan adiknya dia menyampaikan sayangnya dengan mencubit. "Padahal seharusnya menyampaikan rasa sayang harus diiringi dengan pelukan dan suara yang lembut agar anak mampu menangkap pesan yang disampaikan dengan benar," jelas istri dari Irwan Rinaldi ini.
F.Dampak komunikasi dengan kekerasan.
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah hilangnya fitrah kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil sudah terlihat. Karena terbiasa dengan kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan melakukan sesuatu. Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya. Ery mencontohkan adegan yang terjadi pada sebuah keluarga saat mereka menanti datangnya waktu maghrib untuk berbuka puasa. Di hari pertama, ibu menyediakan menu lengkap, ada kue, es kelapa, gorengan, disamping menu utama hari itu. Di hari kedua, sang ibu tidak menyediakan gorengan dalam deretan menu berbuka. Namun, ia menggantikannya dengan makanan kesukaan anak-anak yang lain, yaitu puding karamel. Anaknya yang berusia 5 tahun berkomentar, "Mi, kok hari ini nggak ada gorengan?" Sang Ibu, yang kebetulan masih sibuk dengan urusan dapur langsung bereaksi dengan melakukan interpretasi dan evaluasi. " Kamu ini kok nggak bersyukur banget sih?" Anak yang semula hanya sekedar berkomentar tentu menjadi takut untuk menyampaikan komentar pada kesepatan lain. Apalagi bila hal seperti itu terjadi berulang kali.
Lebih berbahaya lagi, menurut Ery, bila anak menjadi terbiasa melakukan pekerjaan secara sembunyi-sembunyi. Bila orangtua tidak segera mengubah cara berkomunikasinya, maka dampak itu akan terpelihara sampai anak tumbuh dewasa.
Dampak lainnya adalah menjadi terbiasa berpikir negatif. Artinya, ketika ada orang bermaksud baik terhadap anak, dia tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang baik. Sebaliknya, anak akan berpikir, "Apa sih maksudnya kamu berbuat baik sama aku?" Menurut Ery, hal itu terjadi karena orangtua terbiasa berpikir negatif terhadap dirinya yang terwujud dengan komunikasi yang negatif. Akhirnya, yang terbangun dalam benakanak adalah apa pun yang dilakukannya tidak ada yang benar.
Misalnya, saat seorang anak sedang duduk-duduk di dalam rumah sementara ibunya sedang menyapu lantai. Sang Ibu mengatakan "Aduh Kakak, tidur-tiduran aja, enggak mau membantu ibu nyapu," Sebaliknya, saat sang anak sedang menyapu lantai, Ibu berkomentar, "Wah tumben nih anak ibu nyapu." Komentar seperti itu akan membuatanak menjadi tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan karena menjadi serba salah.
Komunikasi yang baik saat ibu sedang menyapu sementara anaknya sedang tidur-tiduran adalah "Ibu seneng deh kalau kakak mau membantu Ibu nyapu. Kalau kakak membantu Ibu pekerjaan rumah ibu cepat selesai. Habis itu kita bisa bermain dan cerita-cerita". Pesan akan sampai tanpa perlu menyakiti perasaan anak. Anak pun menjadi lebih mudah diajak bekerjasama. Saat anak sedang menyapu, seharusnya Ibu menyampaikan penghargaannya dengan pesan yang positif, tanpa perlu menyindir anak.
Menurut Ery, faktor pembentuk utama dan pertama adalah keluarga. Bila rumah sudah berfungsi sebagai tempat yang memberikan kesejukan untuk anak-anak, maka ke mana pun anak pergi, rumah tetap menjadi referensi utama bagi anak. Kesejukan itulah yang perlu dibangun oleh orangtua melalui komunikasi tanpa kekerasan. Saat anak memiliki masalah, mereka tahu kemana harus berbicara. Saat yang paling berpengaruh bagi anak adalah sebelum anak mencapai usia balighnya karena pada masa itu anak masih mudah untuk berubah. Namun, perubahan yang paling utama dan pertama harus berawal dari para orangtua.
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah hilangnya fitrah kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil sudah terlihat. Karena terbiasa dengan kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan melakukan sesuatu. Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya. Ery mencontohkan adegan yang terjadi pada sebuah keluarga saat mereka menanti datangnya waktu maghrib untuk berbuka puasa. Di hari pertama, ibu menyediakan menu lengkap, ada kue, es kelapa, gorengan, disamping menu utama hari itu. Di hari kedua, sang ibu tidak menyediakan gorengan dalam deretan menu berbuka. Namun, ia menggantikannya dengan makanan kesukaan anak-anak yang lain, yaitu puding karamel. Anaknya yang berusia 5 tahun berkomentar, "Mi, kok hari ini nggak ada gorengan?" Sang Ibu, yang kebetulan masih sibuk dengan urusan dapur langsung bereaksi dengan melakukan interpretasi dan evaluasi. " Kamu ini kok nggak bersyukur banget sih?" Anak yang semula hanya sekedar berkomentar tentu menjadi takut untuk menyampaikan komentar pada kesepatan lain. Apalagi bila hal seperti itu terjadi berulang kali.
Lebih berbahaya lagi, menurut Ery, bila anak menjadi terbiasa melakukan pekerjaan secara sembunyi-sembunyi. Bila orangtua tidak segera mengubah cara berkomunikasinya, maka dampak itu akan terpelihara sampai anak tumbuh dewasa.
Dampak lainnya adalah menjadi terbiasa berpikir negatif. Artinya, ketika ada orang bermaksud baik terhadap anak, dia tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang baik. Sebaliknya, anak akan berpikir, "Apa sih maksudnya kamu berbuat baik sama aku?" Menurut Ery, hal itu terjadi karena orangtua terbiasa berpikir negatif terhadap dirinya yang terwujud dengan komunikasi yang negatif. Akhirnya, yang terbangun dalam benakanak adalah apa pun yang dilakukannya tidak ada yang benar.
Misalnya, saat seorang anak sedang duduk-duduk di dalam rumah sementara ibunya sedang menyapu lantai. Sang Ibu mengatakan "Aduh Kakak, tidur-tiduran aja, enggak mau membantu ibu nyapu," Sebaliknya, saat sang anak sedang menyapu lantai, Ibu berkomentar, "Wah tumben nih anak ibu nyapu." Komentar seperti itu akan membuatanak menjadi tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan karena menjadi serba salah.
Komunikasi yang baik saat ibu sedang menyapu sementara anaknya sedang tidur-tiduran adalah "Ibu seneng deh kalau kakak mau membantu Ibu nyapu. Kalau kakak membantu Ibu pekerjaan rumah ibu cepat selesai. Habis itu kita bisa bermain dan cerita-cerita". Pesan akan sampai tanpa perlu menyakiti perasaan anak. Anak pun menjadi lebih mudah diajak bekerjasama. Saat anak sedang menyapu, seharusnya Ibu menyampaikan penghargaannya dengan pesan yang positif, tanpa perlu menyindir anak.
Menurut Ery, faktor pembentuk utama dan pertama adalah keluarga. Bila rumah sudah berfungsi sebagai tempat yang memberikan kesejukan untuk anak-anak, maka ke mana pun anak pergi, rumah tetap menjadi referensi utama bagi anak. Kesejukan itulah yang perlu dibangun oleh orangtua melalui komunikasi tanpa kekerasan. Saat anak memiliki masalah, mereka tahu kemana harus berbicara. Saat yang paling berpengaruh bagi anak adalah sebelum anak mencapai usia balighnya karena pada masa itu anak masih mudah untuk berubah. Namun, perubahan yang paling utama dan pertama harus berawal dari para orangtua.
2.B Menentukan tata cara berkomunikasi
satu bagian dari keberhasialan dalam wawancara adalah tergantung pada keadaan fisik dan psikologis si pewancara itu sendiri. Perkenalan yang tepat, penjelasan peranan, menerangkan alasan wawancara serta menjamin kebebasan dan rahasia.
1. Komunikasi dengan keluarga
Komunikasi dengan keluarga merupakan proses segi tiga antara perawat orang tua dan anak. Walaupun orang tua merupakan fokus penting dalam berkomunikasi segi tiga. Saudara kandung, sanak keluraga lainnya dan pengasuhnya juga merupakan bagian dari proses komunikasi.
Melaksanakan penjajakan terhadap anak memerlukan input dari anak itu sendiri ( verbal dan non verbal ), informasi dari orang tua dan observasi perawat sendiri. Untuk itu lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut :
A. Mendorong orang tua untuk berbicara
Informasi tentang faktor kehidupan anak. Berhati-hatilah dan gunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk menggali data sebanyak mungkin.
B. Mengarahkan pada pokok permasalahan
B. Mengarahkan pada pokok permasalahan
Kemampuan untuk mengarahkan pada pokok permasalahan selama berwawancara adalah salah satu kesulitan dalam mencapai tujuan komunikasi efektif. Salah satu pendekatan adalah menggunakan pertanyaan terbuka dan luas.
C. Mendengarkan
C. Mendengarkan
Mendengarkan adalah unsur yang paling penting dalam komunikasi yang efektif. Dalam proses mendengarkan perawat harus mengarahkan perhatiannya dengan sungguh-sungguh pada klien. Ini merupakan proses aktif karena konsetrasi dan perhatian ditujukan pada semua aspek percakapan yaitu : verbal, non verbal dan yang bersifat abstrak.
D. Diam sejenak
D. Diam sejenak
Diam sebagai satu respon, sering kali merupakan tehnik wawancara yang sulit untuk dipelajari. Diam bertujuan untuk mengalihkan pikiran, perasaan dan untuk saling memehami emosinya kadang-kadang perlu menghentikan taktik diam ini dan kembali berkomunikasi.
E. Bersikap empati
E. Bersikap empati
Empati berarti ikut merasakan perasaan orang lain secara obyektif. Perawat yang empati berusaha sebanyak mungkin melihat keadaan dari sudut pandang klien / keluarga. Empati berbeda dengan simpati, simpati tidak selalu ada unsur hubungan “ membantu “ dengan klien.
F. Menyakinkan
Hampir semua orang tua ingin menjadi orang tua yang baik dan ingin menunjukkan kemampuannya dalam perannya. Orang tua membutuhkan perawat yang menghargai dan memperhatikan perannya sebagai orang tua dan ingin agar perawat memperhatikan anaknya. Hindarkan pembicaraan yang menyinggung harga diri sebagai orang tua.
G. Menentukan Masalah.
Perawat dan orang tua harus sepakat bahwa masalah itu ada.
Perawat akan bersama ibu menetapkan apakah masalahnya ini benar atau tidak.
H. Memecahkan Masalah.
Pemahaman dan pengenalan masalah harus disepakati oleh orang tua kemudian mulai merencanakan pemecahannya.
Perawat harus mendiskusikan resikonya terhadap keluarga dan mencoba mencari pemecahan masalah yang lebih efektif.
Pemahaman dan pengenalan masalah harus disepakati oleh orang tua kemudian mulai merencanakan pemecahannya.
Perawat harus mendiskusikan resikonya terhadap keluarga dan mencoba mencari pemecahan masalah yang lebih efektif.
I. Mengadaptasi Bimbingan.
Segera setelah masalah diidentifikasi & disetujui oleh perawat dan orang tua, maka dapat mulai merencanakan pemecahannya. Orang tua yang dilibatkan dalam memecahkan masalah berfartisipasi penuh selama perawatan berlangsung. Bila situasi memungkinkan, keputusan yang diambil adalah berasal dari orang tua dan perawat berperan sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah.
J. Menghindari hambatan-hambatan komunikasi
Hambatan yang mempengaruhi proses hubungan dalam berkomunikasi :
Memberi nasehat-nasehat yang tidak ada kaitannya dan yang tidak diperlukan
Memberikan dorongan sepintas
Melindungi suatu situasi/opini
Menawarkan keyakinan yang kurang sesuai
Memberikan pujian secara stereotipi
Menahan ekspresi emosi dengan pertanyaan tertutup
Menginterupsi& menyelesaikan kalimat seseorang
Lebih banyak bicara dari pada orang yang diintervien
Membuat konklusi yang menghakimi
Mengubah fokus pembicaraan dengan sengaja
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam berkomunikasi secara nob –verbal , secara serentak menggunakan semua pancaindra kita dalam proses menerima dan mengirim berita.
Bagaimana kita memakai panca indra tadi dan bagaimana penginterpretasi berita yang diterima sangat menentukan observasi kita.
Orang tua merupakan fokus penting dalam komunikasi segi tiga walaupun tidak mengabaikan saudara kandung, sanak saudara atau pembantunya. Dalam proses komunikasi dalam keluarga kita dapat menggunakan langkah-langkah seperti : mendorong orang tua untuk berbicara ; mengarahkan pada pokok permasalahan ; mendengar ; diam sejenak ; meyakinkan ; menentukan masalah ; memecahkan masalah ; mengantisipasi bimbingan , dan menghindari hambatan-hambatan komunikasi.
Walaupun tampaknya bayi tidak mampu berbicara, ternyata dia memilih bentuk komunikasi prabicara seperti : tangisan, celoteh, isyarat dan ekspresi emosional. Kemudian bentuk komunikasi prabicara ini berkembang menjadi peran bicara dalam berkomunikasi. Untuk mencapai ini dibutuhkan : persiapan fisik; kesiapan mental; model yang baik untuk ditiru; kesempatan untuk praktek; motipasi yang tinggi; bimbingan yang tepat.
Komunikasi yang berkaitan dengan proses berpikir harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Proses berpikir pada anak-anak dimulai dari yang kongkrit ke fungsional dan akhirnya keabstrak.
B. Saran.
Makalah ini kami angkat berdasarkan dari sumber penerbit dan pengatahuan dan diskusi kelompok kami.somoga pembaca dapat menambah wawasan dan pengatahuan tentang makala ini.
Serta membawa manfaat bagi lingkungan,Dengan cara berkomunikasi seperti ini.Perawat dapat lebih merencanakan bantuan dan bimbingan bagi pasien dan juga perawat akan mengembangkan kepercayaan pada diri sendiri.Kami menerima saran anda agar makalah ini lebih sempurna
Daftar Pustaka
Asuhan Keperawatan anak dan dalam kontek keluarga,usdiknakes Depkes RI Jakarta (1993)
Hubungan teraputik perawat – klien Budiana Keliat S.Kp
Elyshabet d.k.k , Asuhan Keperawatan anak.university Indonesia
Demikianlah Artikel MAKALAH KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH
Sekianlah artikel MAKALAH KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MAKALAH KOMUNIKASI PADA MASA PRA-SEKOLAH dengan alamat link https://contoh-definisi-pengertian.blogspot.com/2016/01/makalah-komunikasi-pada-masa-pra-sekolah.html